Putusan Pengadilan dibedakan atas 2 (dua) macam (Pasal 185 ayat (1)
HIR/Pasal 196 ayat (1) RBg), yaitu putusan
sela (tussenvonnis) dan putusan akhir
(eindvonnis).
1. Putusan Sela
Putusan
Sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan
akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah
kelanjutan pemeriksaan perkara. Misalnya, putusan
sela Pengadilan Negeri
terhadap eksepsi mengenai tidak berwenangnya pengadilan untuk
mengadili suatu perkara.
Dalam Pasal 190 ayat (1) HIR/Pasal 201 ayat (1)
RBg menentukan bahwa :
“Putusan sela hanya dapat dimintakan banding bersama-sama permintaan banding terhadap putusan akhir”
Dalam Hukum Acara
Perdata dikenal beberapa putusan sela, yaitu preparatoir, interlocutoir, incidentieel, dan provisioneel.
- Putusan preparatoir adalah putusan persidangan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala
sesuatu guna mengadakan putusan akhir.
Misalnya, putusan untuk menolak pengunduran pemeriksaan saksi.
- Putusan interlocutoir adalah putusan yang isinya
memerintahkan pembuktian. Misalnya putusan untuk memeriksa saksi atau
pemeriksaan setempat. Karena putusan ini menyangkut masalah pembuktian, maka
putusan interlocutoir akan
mempengaruhi putusan akhir
- Putusan incidentieel adalah putusan yang
berhubungan dengan insident, yaitu
peristiwa yang menghentikan
prosedur peradilan biasa. Putusan inipun belum berhubungan dengan
pokok perkara, seperti putusan yang membolehkan seseorang ikut serta dalam
suatu perkara (vrijwaring, voeging,
dan tussenkomst)
- Putusan provisioneel adalah putusan yang menjawab
tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan
pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
Misalnya dalam perkara perceraian, sebelum perkara pokok diputuskan, istri
minta dibebaskan kewajiban untuk tinggal bersama dengan suaminya
2. Putusan Akhir
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara perdata pada
tingkat pemeriksaan tertentu.
Perkara perdata dapat diperiksa pada 3 (tiga)
tingkatan pemeriksaan, yaitu :
- Pemeriksaan tingkat pertama di Pengadilan Negeri, pada
tingkatan ini pemeriksaan perkara perdata menggunakan HIR (Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk derah Pulau Jawa dan Madura)
dan RBg (Hukum Acara Perdata yang berlaku
untuk daerah-daerah luar pulau Jawa dan Madura).
-
Pemeriksaan tingkat banding di Pengadilan Tinggi, pada tingkatan ini pemeriksaan perkara perdata
menggunakan Undang – Undang No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa
dan Madura serta RBg (Hukum Acara Perdata
yang berlaku untuk daerah-daerah luar pulau Jawa dan Madura).
-
Pemeriksaan tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung, pada
tingkatan ini pemeriksaan perkara perdata menggunakan Undang – Undang No.14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
- putusan condemnatoir adalah
putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi. Hak perdata penggugat yang dituntutnya terhadap tergugat, diakui
kebenarannya oleh hakim. Amar putusan selalu berbunyi “Menghukum .... dan seterusnya”
- putusan constitutief adalah putusan yang menciptakan suatu keadaan hukum
yang baru. Misalnya, putusan yang membatalkan suatu perjanjian, menyatakan
pailit, memutuskan suatu ikatan perkawinan, dan sebagainya. Amar putusan
berbunyi : “Menyatakan ... dan
seterusnya.”
- putusan declaratoir adalah putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum. Misalnya, perjanjian antara penggugat dan tergugat dinyatakan sah menurut hukum dan sebagainya. Amar putusannya selalu berbunyi : “Menyatakan ... sah menurut hukum.”
Dari ketiga putusan
akhir tersebut diatas, putusan
yang memerlukan pelaksanaan (executie) hanyalah putusan akhir yang bersifat condemnatoir, sedangkan putusan
akhir lainya hanya mempunyai kekuatan mengikat.
_________________
Sumber:
H. Riduan Syahrani,
S.H., Buku Materi Dasar Hukum Acara
Perdata, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, Cet. V, 2009