Keterangan Ahli diatur dalam pasal 154 HIR/Pasal 181 RBg yang
menentukan bahwa jika menurut pertimbangan Pengadilan suatu perkara dapat
menjadi lebih jelas kalau dimintakan keterangan ahli, atas permintaan pihak
yang berperkara atau karena jabatan, pengadilan dapat mengangkat seorang ahli
untuk dimintakan pendapatnya mengenai sesuatu hal pada perkara yang sedang
diperiksa.
Pendapat Ahli dikuatkan dengan sumpah. Maksudnya supaya
pendapat tersebut disampaikan seobjektif mungkin. Namun hakim tidak diwajibkan
untuk menuruti pendapat ahli jika pendapat ahli itu berlawanan dengan
keyakinannya.
Tetapi hakim juga tidak bisa mengabaikan pendapat ahli begitu
saja, apalagi mengenai hal nonhukum yang tentu hanya diketahui oleh ahlinya
dalam bidang tertentu. Misalnya saja, dalam bidang kedoktoran, obat-obatan,
perdagangan, impormasi telekomonikasi dan lain-lain.
Sampai sekarang keterangan seorang ahli tidak dianggap sebagai
alat bukti dalam perkara perdata, sebab keterangan ahli bukan mengenai ya atau
tidak terjadinya suatu keadaan, melainkan hanya pendapat seseorang mengenai
sesuatu hal yang memerlukan keahlian. Akan tetapi dalam praktek, keterangan
ahli seringkali betul-betul membuktikan sesuatu hal, misalnya tentang sebab
seseorang meninggal dunia atau tentang persamaan contoh barang yang ditawarkan
dengan barang yang telah dijual. Atas dasar inilah Wirjono Prodjodikoro menganggap keterangan ahli sebagai alat bukti.[i]
_____________________________
Sumber :
H. Riduan Syahrani, S.H., Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata,
PT. Citra Aditya Bakti Bandung, Cet. V,
2009