Hukum
Acara Perdata bisa juga disebut dengan Hukum Perdata Formil, Hukum Perdata
Formil atau lazimnya disebut Hukum Acara Perdata sebetulnya merupakan bagian
dari Hukum Perdata. Hukum Perdata sendiri terdiri dari Hukum Perdata Materiil
seperti Burgerlijk Wetbook (WB)
atau biasa disebut Kitap Undang-undang Hukum Perdata dan Wetbook van Koophandel (WVK)
atau disebut juga Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Sementara
selain Hukum Perdata Materiil adalah Hukum Perdata Formil seperti Herziene Inlandsch Reglement (HIR)
atau yang disebut Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk derah Pulau Jawa dan
Madura, serta Rechtsreglement voor de Buitengewesten
(RBg) yang biasa disebut Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah-daerah
luar pulau Jawa dan Madura.
Apa yang dimaksud dengan Hukum acara Perdata?[1]
Pendefinisian Hukum Acara
Perdata sendiri oleh para ahli yang satu sama lainnya berbeda-beda namun pada
prinsipnya mengandung tujuan yang sama.
Prof. DR. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya berjudul “Hukum Acara Perdata di Indonesia” menyatakan :
“Hukum Acara Perdata adalah rangkaiyan Peraturan yang memuat cara bagai mana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan Hukum Perdata.”[2]
Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, S.H., dalam karyanya yang berjudul Hukum Acara Perdata Indonesia menyatakan,
bahwa:
“Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagai mana caranya menjamin ditaatinya Hukum Perdata Materiil dengan perantaraan hakim.”[3]
Prof. DR. Supomo, S.H., dalam
bukunya Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, menjelaskan :
“Dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (Burgerlijke rechts orde), menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.”[4]
H. Riduan Syahrani, S.H.,
dalam bukunya yang berjudul “Buku Materi
Dasar Hukum Acara Perdata” mengatakan :
“Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagai mana caranya menyelesaikan perkara perdata melalui badan peradilan.”
Berbagai dari definisi
Hukum Acara Perdata diatas tidak jauh berbeda dengan Laporan Hasil Simposium
Pembaharuan Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan oleh BPHN Departemen
Kehakiman tanggal 21-23 di Yogyakarta, bahwa Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur bagai mana caranya
menjamin ditegagkannya atau dipertahankannya Hukum Perdata Materiil.
Melihat dari berbagai
pernyataan tersebut diatas dari sudut pandang Hukum Acara Perdata dilihat dari
segi penyelesaian sengketa perdata dan penegakan hukum perdata, maka dapat
disimpulkan bahwa:
“Hukum Acara Perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana dalam beracara atau tata cara proses pemeriksaan dipengadilan terhadap penyelesaian sengketa perdata dalam rangka menegakkan hukum perdata (hukum perdata materiil)”
Hukum
Perdata (Materiil) yang akan ditegakan melalui proses penyelesaian perkara
perdatanya dengan menggunakan Hukum Acara Perdata (Hukum Perdata Formil)
meliputi diantaranya:
1.
Hukum Perdata (Materiil) yang tertulis dalam bentuk peraturan
perundang-undangan:
- Burgerlijk
Wetbook (WB),
- Wetbook van
Koophandel (WVK),
- Undang-undang
Pokok Agraria (UUPA),
- Undang - Undang Perkawinan,
- dan sebagainya.
2.
Hukum Perdata (Materiil) yang tidak tertulis berupa Hukum Adat yang hidup
dimasyarakat.
Kenapa Hukum Acara Perdata diperlukan dalam masyarakat?
Karena tujuannya supaya
masyarakat bisa mempertahankan hak keperdataanya, dan juga agar penyelesaian
perkara perdata atau pemulihan hak perdatanya tidak dengan cara main hakim
sendiri (eigenrichting), akan tetapi harus menurut ketentuan yang
termuat dalam Hukum Perdata Formil sehingga tercipta ketertiban dan kepastian
hukum (perdata) dalam masyarakat.
Untuk dapat mencapai tujuan dari Hukum Acara Perdata sebagaimana disebutkan diatas, maka pada umumnya peraturan-peraturan Hukum Acara Perdata itu bersifat memaksa (dwingend recht), karena dianggap menyelenggarakan kepentingan umum,[5] sehingga peraturan Hukum Acara Perdata ini tidak bisa dikesampingkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau yang bersengketa serta merta harus tunduk dan mentaatinya.
Meskipun demikian, ada juga bagian dari peraturan Hukum Acara Perdata yang bersifat pelengkap (aanvullend recht) karena dianggap mengatur penyelenggaraan kepentingan khusus dari yang bersangkutan,[6] sehingga dapat dikesampingkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Misalnya mengenai alat bukti yang dipakai dalam pembuktian suatu perkara, pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengadakan perjanjian yang menetapkan bagi mereka hanya dapat mempergunakan 1 (satu) macam alat bukti, umpamanya tulisan, sedangkan pembuktian dengan alat bukti lain tidak diperkenankan. Perjanjian yang mengatur tentang pembuktian yang berlaku bagi orang-orang yang mengadakan perjanjian tersebut "perjanjian pembuktian", yang menurut hukum memang dibolehkan dalam batas-batas tertentu.[7]
[1] Harus disadari bahwa Hukum Acara Perdata
dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu Hukum Acara Perdata di pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Umum dan Hukum Acara Perdata dalam lingkungan
Peradilan Agama. Yang diuraikan diatas adalah Hukum Acara Perdata dilingkungan
Peradilan Umum , yang juga berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama, sepanjang tidak diatur secara khusus (pasal 54 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).
[2] Prof. DR. R. Wirjono Prodjodikoro, S.H., Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur
Bandung, Bandung, Cet. VI, 1975, hal 13.
[3] Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, S.H.., Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,
Yogyakarta, Cet. II, 1979, hal. 2.
[4] Prof. DR. Supomo, S.H., Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri,
Pradnya Paramita, Jakarta, cet. V, 1972, hal. 12
[5] Prof. Dr. Supomo, SH., Hukum Acara Perdata
Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, cet. V, 1972, hal. 12.
[7] Prof. R Subekti, SH., Hukum Pembuktian, Pradnya
Paramita, Jakarta ,
cet. III, 1975, hal. 63.
___________________________________
Sumber : H. Riduan
Syahrani, S.H., Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti
Bandung, Cet. V, 2009
Posting Komentar