Latest Post

GAMBAR ANIMASI UNTUK BBM JOKOWI-JK ADALAH KITA tema CINTA

Berikut pokok dari Visi dan Misi Ir. H. JOKO WIDODO dengan Drs. H. JUSUF KALLA Calon Presiden dan Wakil Presiden 2014

Visi: 

Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong

Misi:

  1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
  2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum.
  3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
  4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
  5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
  6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
  7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam budaya.
 

Hirarki Sistem Norma Hukum Republik Indonesia

TEORI ADOLF MERKL (Teori das doppelte rech stanilitz)
Norma memiliki 2 (dua) wajah :
  1. Norma mengadah kebawah (bersumber pada norma dibawahnya)
  2. Norma mengadah keatas (bersumber pada norma diatasnya)
Akibat dari teori ini adalah :
  1. Suatu norma ada masa berlakunya tergantung pada norma diatasnya
  2. Apabila norma diatas dicabut maka norma yang ada dibawah tidak brlaku lagi
TEORI HAN KELSEN ( Stutentheori )
“ general theory of law and state”
  1. Norma dalamsuatu masyarakat selalu berlapis / bertingkat / berjenjang.
  2. Setiap norma dibawah bersumber pada norma yang ada diatsnya begitu seterusnya sampai pada tingkatan yang paling atas / tinggi dimana Norm paling tinggi ( tidak ditemukan lagi norma)
  3. Norma yang paling atas dikenal dg groun Norm ( norma dasar ) yang tdk bersumber pada suatu apapun
  4. Presufresif : Merupakan pernyataan kehendak bersama semua masyarakat tanpa memperhatikan apa yang menjadi dasarnya 
  5. Groun norm timbul karena  Presufresif 
TEORI HANS NAVIASKY (Theorie vom Stufenaufbau der Rechtsordnung)
  1. Norma yang berlaku dalam masyarakat berjenjang-jenjang
  2. Norma bersumber pada norma yang diatasnya
Jika dibandingkan dengan teori jenjang norma  (Stutentheori) dari Hans Kelsen dan teori jenjang norma hukum (Theorie vom Stufenaufbau der Rechtsordnung) dari Hans Nawiasky, maka dapa dilihat adanya cerminan dari kedua sistem norma  tersebut dalam  sistem norma hukum Negara Republik Indonesia.
Dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia norma-norma hukum yang berlaku berada dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok, dimana suatu norma itu selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia yaitu Pancasila.
Hirarki tingkatan dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia sebagai berikut :
  1. Pancasila merupakan norma hukum tertinggi negara (Staatsfundamentalnorm)
  2. Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, hukum dasar tidak tertulis atau disebut konvensi ketatanegaraan sebagai Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz)
  3. Undang-Undang (formell Gesetz)
  4. Peraturan Pelaksana dan Peraturan Otonomi (Verordmung & Autonome Satzung)
 

Fungsi Materi Muatan Dan Proses Terbentuknya Undang-Undang

Fungsi Undang-Undang dan Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU) adalah:
  1. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 yang jelas-jelas menyebutnya.
  2. Pengaturan lebih lanjut secara umum atura dasar lainnya dalam Batang Tubuh UUD 1945.
  3. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Ketetapan MPR  yang tegas-tegas  menyebutnya.
  4. Pengaturan di bidang materi konstitusi.
Materi muatan Undang-Undang dirimuskan dalam Pasal 8 UU No.10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut :
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang yang berisi hal-hal yang:
a.      mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
  1. hak-hak asasi manusia;
  2. hak dan kewajiban warga negara;
  3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian Negara dan pembagian Daerah;
  4. wilayah negara dan pembagian daerah;
  5. kewarganegaaraan dan kependudukan; 
  6. keuangan negara;
b.      diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

Proses terbentuknya Undang-undang berdasarkan Pasal 20 UUD 1945 adalah:
(1)  Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2)  Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
(3)  Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
(4)  Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
(5)  Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Proses terbentuknya Undang-undang berdasarkan UU No. 10 Th. 2004 :

A. Tahap Persiapan
  1. RUU diajukan oleh DPR, Presiden maupun DPD yang disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional. (Pasal 17) 
  2. RUU yang diajukan Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen sesuai lingkup tugas dan tanggungjawabnya dan RUU yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR, sedangkan RUU yang berasal dari DPD diajukan oleh DPD kepada DPR. (Pasal 18 & 19) 
  3. RUU yang telah disiapkan oleh Presiden diajukan kepada Pimpinan DPR, dan RUU yang telah dipersiapkan DPR disampaikan pimpinan DPR kepada Presiden. RUU tersebut mulai dibahas oleh DPR dan Menteri terkait (yang mewakili Presiden) dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden atau surat Pimpinan DPR diterima. (Pasal 20 & 21) 
  4. Penyebar luasan RUU dari DPR dilaksanakan oleh Setjen DPR dan RUU dari Presiden dilaksanakan oleh instansi pemprakarsa. (Pasal 22) 
  5. Apabila dalam satu masa sidang, DPR dan Presiden menyampaikan RUU mengenai materi yang sama, maka yang dibahas RUU yang disampaikan oleh DPR, sedangkan RUU yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan perbandingan. (Pasal 23)
B. Tahap Pembahasan
  1. Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi, apabila hal itu menyangkut daerah maka akan melibatkan DPD. (Pasal 32 & 34
  2. RUU dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR dan Presiden atas persetujuan bersama. (Pasal 35)
C. Tahap Pengesahan
  1. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7(tujuh) hari sejak tanggal persetujuan bersama untuk disahkan menjadi UU.(Pasal 37) 
  2. Pembubuhan tanda tangan oleh Presiden dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persetujuan bersama. Jika dalam jangka waktu 30 hari sejak RUU disetujui bersama oleh DPR dan Presiden,  tidak titandatangani oleh Presiden untuk disahkan, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan. (Pasal 38)
 

Noodverordeningsrecht

Presiden dapat mengeluarkan “noodverordeningsrecht” apabila dalam hal ihwal kegentingan memaksa sehubungan dengan keselamatan negara, dan sikap DPR terhadap “noodverordeningsrecht” adalah menyetujui atau menolak untuk menjadi Undang-undang dalam persidangan berikutnya, dan jika menolak untuk menyetujui, maka PERPU tersebut harus dicabut. (Pasal 22 UUD 1945 & Pasal 25 & 36 UU No.10 Th. 2004)
 

Fungsi & Materi Muatan Peraturan Pemerintah

Fungsi Peraturan Pemerintah adalah menyelenggarakan :
  1. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU  yang tegas-tegas  menyebutnya.
  2. Pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam UU  yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas  menyebutnya.
Materi muatan Peraturan Pemerintah dijelaskan dalam Pasal 10 UU No.10 Th. 2004 yang berbunyi “materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagai mana mestinya”. Yang dimaksut “sebagai mana mestinya” adalah materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.

Peraturan Pemerintah tidak boleh memuat sanksi Pidana, hal ini diatur dalam Pasal 14 UU No.10 Th.2004 yang berbunyi “Materi muatan ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah”.
 

Status Fungsi Dan Materi Muatan Peraturan Menteri

Sesuai dengan Pasal 17 UUD 1945, maka fungsi dari Peraturan Menteri adalah sebagai berikut:
  1. Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintah dibidangnya.
  2. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Presiden.
  3. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang yang tegas-tegas menyebutnya.
  4. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
Materi muatan Peraturan Menteri adalah berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. Dalam Pedoman No. 173 Lampiran UU No. 10 tahun 2004 dinyatakan bahwa Pendelegasian kewenangan mengatur dari Undang-Undang kepada Menteri atau pejabat setingkat menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif.

Peraturan Menteri tetap berlaku , hal ini dapat di tinjau dalam Pasal 7 ayat (4) UU No, 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berbunyi sebagai berikut :
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.”
Di katakan dalam penjelasan Pasal 7 ayat (4) UU No.10 Th. 2004 sebagai berikut :
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati, Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”
 

Materi Muatan Dan Proses Terbentuknya Peraturan Daerah

Fungsi Peraturan Daerah dirumuskan dalam Pasal 136 UU No.32 Th. 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai berikut :
  1. Menyelenggaraan pengaturan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan.
  2. Menyelenggaraan pengaturan sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
  3. Menyelenggaraan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
  4. Menyelenggaraan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Yang dimaksud disini adalah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat.
Dalam Pasal 12 UU No.10 Th. 2004 menetapkan bahwa materi muatan Peraturan Daerah adalah sebagai berikut :
“Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.”
Berdasarkan  rumusan Pasal 7 ayat (2) UU No.10 Th. 2004 dikatakan bahwa Peraturan Daerah dibuat oleh DPRD bersama Gubernur atau bupati/Walikota. Dalam ketentuan Pasal 18 UUD 1945  telah dikatakan bahwa Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lainnya, dalam rangka melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

Kemudian kewenangan tersebut dirumuskan secara lebih kongret lagi dalam Pasal 136 UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi sebagai berikut :
  1. Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.
  2. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan.
  3. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
  4. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  5. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah diundangkan• dalam lembaran daerah.
Proses Terbentuknya Peraturan Daerah berdasarkan UU No. 10 Th. 2004 :
A.Tahap Persiapan
  1. RAPERDA diajukan oleh DPRD dan gubernur atau bupati/walikota. (Pasal 26 & 27)
  2. RAPERDA dapat disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.(Pasal 28)
  3. RAPERDA yang telah disiapkan oleh gubernur atau bupati/walikota disampaikan kepada Pimpinan DPRD, dan RAPERDA yang telah dipersiapkan DPRD disampaikan pimpinan DPRD kepada gubernur atau bupati/walikota. (Pasal 29)
  4. Penyebar luasan RAPERDA dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD dan RAPERDA dari gubernur atau bupati/walikota dilaksanakan oleh sekretaris daerah. (Pasal 30)
  5. Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan gubernur atau bupati/walikota menyampaikan RAPERDA mengenai materi yang sama, maka yang dibahas RAPERDA yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan RAPERDA yang disampaikan gubernur atau bupati/walikota digunakan sebagai bahan perbandingan. (Pasal 31)
B.Tahap Pembahasan
  1. Pembahasan RAPERDA di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota yang dilakukan melalui tingkatan-tingkatan pembicaraan, yaitu dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. (Pasal 40)
  2. RAPERDA dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan gubernur atau bupati/walikota atas persetujuan bersama. (Pasal 41)
C.Tahap Penetapan
  1. RAPERDA yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan gubernur atau bupati/walikota, disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada gubernur atau bupati/walikota dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7(tujuh) hari sejak tanggal persetujuan bersama untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (PERDA). (Pasal 42)
  2. Pembubuhan tanda tangan oleh gubernur atau bupati/walikota dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persetujuan bersama. Jika dalam jangka waktu 30 hari sejak RAPERDA disetujui bersama oleh DPRD dan gubernur atau bupati/walikota,  tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupati/walikota, maka RAPERDA tersebut sah menjadi PERDA dan wajib diundangkan. (Pasal 43)
 

Peraturan Peninggalan Hindia Belanda Yang Masih Berlaku Di Indonesia

Peraturan Peninggalan Hindia Belanda yang masih berlaku saat ini adalah :
  1. Wet, peraturan perundang-undangan yang dibentuk dinegeri belanda yang berlaku untuk wilayah Belanda dan Hindia Belanda. Beberapa Wet yang masih berlaku di Indonesia diantaranya, Wetboek van Strafrecht (WvS) yang diterjemahkan dengan KUHP, Wetboek van Koophandel (KUHD), dan Burgerlijk Wetboek (KUH Perd.). Wet yang masih berlaku saat ini di Indonesia dalam pemakaiannya disetingkatkan dengan Undang-Undang, sehingga perubahan dan pencabutannya dengan Undang-Undang.
  2. AMvB, Algemene Maatregel van Bestuur adalah  peraturan perundang-undangan yang dibentuk di  Belanda oleh Kroon (Raja) dan Menteri-menteri serta mendapatkan nasehat (advies) dan Raad van State, berlaku untuk negeri Belanda dan Hindia Belanda. Peraturan  ini disetingkatkan dengan Undang-Undang, sehingga perubahan dan pencabutannya dengan Undang-Undang.
  3. Ordonnantie, adalah  peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Gouverneur Generaal (Gubernur Jenderal) dan Volksraad (Dewan Rakyat) di Jakarta, dan berlaku diwilayah Hindia Belanda. Kedudukaannya disetingkatkan dengan Undang-Undang.
  4. Regeringsverordening (Rv),   adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Gouverneur Generaal (Gubernur Jenderal) di Jakarta, dan berlaku diwilayah Hindia Belanda. Pada masa Hindia Belanda Rv merupakan peraturan pelaksanaan bagi Wet, AMvB dan Ordonnantie. Kedudukaannya disetingkatkan dengan Peraturan Pemerintah, sehingga perubahan dan pencabutannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
Keempat jenis peraturan perundang-undangan jaman Hindia Belanda ini masih berlaku berdasarkan ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945 (sebelum perubahan)  yang berbunyi :
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”
 

Produk Hukum Pemerintahan Orde Lama PENPRES Dan PERPRES

Peraturan Presiden (PERPRES) adalah peraturan yang bersumber pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dan yang bersumber pada PENPRES, sedangkan Penetapan Presiden (PENPRES) adalah peraturan yang bersumber pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Fungsi Penetapan Presiden (PENPRES) sendiri saat itu adalah pengaturan lebih lanjut terhadap ketentuan dalam UUD 1945 dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sedangkan fungsi Peraturan Presiden (PERPRES) adalah Pengaturan lebih lanjut  ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945  dan Penetapan Presiden (PENPRES).
PENPRES sendiri digunakan sebagai bentuk Kewenangan luar biasa Presiden untuk mengatur /bertindak yang bersumber pada UUD 1945, yaitu khususnya Pasal IV Aturan Peralihan yang berbunyi :
“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional.”
PENPRES dan PERPRES akhirnya harus dicabut karena berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 bahwasanya PENPRES dan PERPRES yang isi dan tujuannya sesuai dengan suara hati nurani rakyat dalam rangka usaha pengamanan revolusi dituangkan dalam UU, sedangkan yang isi dan tujuannya tidak sesuai  sebaliknya dinyatakan tidak berlaku.
 

Asas dan Hirarki Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan UU No.10 Tahun 2004

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dalam Pasal 6 UU No.10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan megandung asas sebagai berikut  :
  • pengayoman;
  • kemanusian;
  • kebangsaan;
  • kekeluargaan;
  • kenusantaraan;
  • bhinneka tunggal ika;
  • keadilan;
  • kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
  • ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau.
  • keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Kemudian Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan sebagai mana dalam Pasal 7 UU No.10 Th. 2004 adalah :
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  3. Peraturan Pemerintah;
  4. Peraturan Presiden;
  5. Peraturan Daerah.
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud diatas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Adapun jenis peraturan perundang-undangan selain yang dimaksud diatas diterangkan dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (4) UU No.10 Th. 2004 yang berbunyi sebagai berikut :
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentak oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Law File - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger